(PESAN SAYA) Santri Kok Suka HOAX



Apa yang kita pikirkan terhadap gambar di atas? Kita bisa katakan bahwa pesan yang disampaikan adalah sebuah kebaikan. Namun berbicara tentang shahih/validnya penyampaian pesan tersebut menjadi berbeda dari isi pesannya. Secara sederhana, tidak masuk akal jika R.A Kartini yang hidup di tahun 1900-an sudah berbicara istilah internet. Pertanyaan lain yang muncul dari gambar tersebut adalah adanya ilustrasi wanita Jawa, sehingga pembaca mengasosiasikan ia sebagai RA Kartini, padahal bukan. Gambar tersebut adalah Tien, isteri Soeharto.

Belajar dari gambar di atas, para santri harus bisa memilah dan memilih dalam membagikan kabar yang bertebaran di media sosial. Kabar bombastis yang meminta 'LIKE' agar masuk surga, 'SHARE' jika peduli, atau sekedar komentar 'AMIN' perlu ditelisik lebih dalam.

Ø¥ِÙ†َّ اللَّÙ‡َ ÙƒَرِÙ‡َ Ù„َÙƒُÙ…ْ Ø«َلاَØ«ًا Ù‚ِيلَ ÙˆَÙ‚َالَ ، ...

"Sesungguhnya Allah membenci 3 hal untuk kalian: [1] menyebarkan kabar burung (katanya-katanya);... ." (HR. Bukhari 1477 & Muslim 4582).


TIGA HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN
Sebelum Berbagi Kabar Di Media Sosial

1. Periksa kebenaran. caranya :

  • kritisi isi berita, masuk akal atau tidak, 
  • sumber berita. Hindari membagikan kabar dari sumber yang tidak detail, seperti: GRUP SEBELAH, GRUP TETANGGA, dsb
  • Jangan silau dengan klaim sumber dari Amerika, Profesor dsb.
  • SEBARKAN!!! VIRALKAN !!! HEBOHHH !! dan berbagai judul provokatif tersebut justru patut dipertanyakan.
  • Perlu diketahui, ada bisnis dari menyebarkan kabar bombastis.

2. Timbang : bermanfaat atau tidak jika dibagikan. Setelah memastikan kebenaran berita, belum tentu berita itu bermanfaat jika dibagikan. Bahkan bisa jadi tidak baik. Maka STOP.

3. Tepat waktu dan tempat. Benar dan bermanfaat tapi tidak tepat waktu dan tempat dalam berbagi justru bisa merusak kita dalam bersosial media. Termasuk, apa kepentingan kita membagikan berita?


Ada perbedaan konsekuensi hukum (termasuk hukum akhirat) antara menyebarkan berita dengan beropini (berpendapat). Kita boleh berpendapat apapun. Opini dibuat berbasis pada bentuk argumen. Argumen disusun berdasar fakta, dan analisa terhadap fakta tersebut. Kalau faktanya akurat, analisanya benar, maka ia akan jadi opini yang baik. Bila tidak, konsekuensinya opini itu akan diabaikan orang. Atau paling berat adalah akan muncul opini tandingan. Artinya, opini sangat bisa diperdebatkan.

Adapun soal informasi, kita tidak memiliki kebebasan. Kita hanya boleh menyampaikan informasi yang benar, berisi fakta yang akurat. Menyampaikan informasi yang tak benar adalah fitnah. Bahkan jika informasi tersebut benar, namun kita tidak memiliki hak untuk menyebarkan, maka bisa disebut sebagai ghibah atau menggunjing.

***

Maka, liburan kali ini harus bisa memberikan manfaat bagi orang lain. Berinteraksilah dengan sesama baik secara langsung maupun melalui media sosial. Bagikan kabar yang memang akurat dan tepat. Apalagi santri sangat suka dengan kabar-kabar yang berkaitan dengan 'konspirasi' musuh. Jangan sebarkan hoax, meskipun itu berpihak pada kita.


Bagikan artikel melalui :

KOMENTAR

0 comments:

Posting Komentar