Anda Bukan Petugas Kebersihan
Kamar anak yang berantakan, ruang kelas yang tidak teratur,
asrama siswa yang penuh dengan barang-barang berserakan tentu membuat hati anda
jengkel. Sebagai orang tua, wali kelas ataupun kepala asrama, anda surah sering
mencoba berbagai cara untuk menertibkan anak, sampai anda pun menyerah : anda
sendiri yang merapikan barang-barang anak atau menyuruh petugas
kebersihan/pembantu untuk membereskan barang-barang yang berantakan. Akhirnya ruangan pun kembali rapi. Beres?
Tidak! Karena setelah itu ruangan pun akan berantakan lagi dan anda yang
merapikan. Dan itu akan menjadi rutinitas, sungguh menjengkelkan.
Yang perlu anda
pahami adalah, barang-barang tersebut adalah tanggung jawab anak. Bukan
tanggung jawab anda. Anda harus mengajarkan tanggung jawab kepada anak tentang
barang-barang yang mereka miliki, termasuk merawatnya.
Sekolah saya
(berasrama) menerapkan bahwa guru harus menjadi orang pertama yang memberikan
contoh tentang upaya menjaga kebersihan. Selain tentunya menjaga kebersihan
lingkungan pribadi, beberapa guru juga terlibat langsung dalam kebersihan
lingkungan sekolah maupun asrama. Jadi guru memiliki posisi seperti bagian
kebersihan, karena memang bertugas membersihkan lingkungan sekolah-asrama.
Tujuan dari sikap seperti ini adalah memberikan contoh kepada siswa betapa
pedulinya guru terhadap kebersihan sekolah. Siswa diharapkan memiliki kepekaan
pribadi sehingga mereka juga akan merasa malu jika tidak melakukan seperti yang
dilakukan guru. Pakaian-pakaian jemuran yang tidak tertata juga ikut menjadi
pekerjaan guru dalam merapikannya atau menyita.
Bagaimana reaksi
siswa?
Pada awalnya siswa (beberapa, tidak semua) memang merasa sungkan dan ikut membantu membersihkan. Namun semakin lama siswa semakin cuek, mereka tidak lagi peduli dan sungkan ketika guru sedang beraksi : bersih-bersih lingkungan. Apanya yang salah? Bukankah guru sudah memberi contoh? Ya! Guru sudah memberi contoh untuk peduli terhadap kebersihan, namun sekaligus juga tidak mengajarkan tanggung jawab kepada siswa. Bayangkan, setiap hari ada pakaian jemuran yang menumpuk, dan bagian kesiswaan yang mengambil kemudian melelangnya. Terlebih di rumah anda ada pembantu, atau jika di sekolah ada tenaga kebersihan, rasa kepedulian harus ditumbuhkan. Yang seharusnya dilakukan adalah adalah melibatkan anak dalam kegiatan kebersihan, karena kepedulian itu dilatih bukan ditunggu begitu saja. Anak kadang tidak tahu tugasnya, dan kitalah sebagai orang tua, pengasuh atau guru yang harus memberi tahu tugas si anak.
Pada awalnya siswa (beberapa, tidak semua) memang merasa sungkan dan ikut membantu membersihkan. Namun semakin lama siswa semakin cuek, mereka tidak lagi peduli dan sungkan ketika guru sedang beraksi : bersih-bersih lingkungan. Apanya yang salah? Bukankah guru sudah memberi contoh? Ya! Guru sudah memberi contoh untuk peduli terhadap kebersihan, namun sekaligus juga tidak mengajarkan tanggung jawab kepada siswa. Bayangkan, setiap hari ada pakaian jemuran yang menumpuk, dan bagian kesiswaan yang mengambil kemudian melelangnya. Terlebih di rumah anda ada pembantu, atau jika di sekolah ada tenaga kebersihan, rasa kepedulian harus ditumbuhkan. Yang seharusnya dilakukan adalah adalah melibatkan anak dalam kegiatan kebersihan, karena kepedulian itu dilatih bukan ditunggu begitu saja. Anak kadang tidak tahu tugasnya, dan kitalah sebagai orang tua, pengasuh atau guru yang harus memberi tahu tugas si anak.
Yang seharusnya dilakukan adalah adalah melibatkan anak dalam kegiatan kebersihan, karena kepedulian itu dilatih bukan ditunggu begitu saja dan anak akan peduli. Sebagian besar anak tidak mengetahui tugasnya, dan kitalah sebagai orang tua, pengasuh atau guru yang harus memberi tahu tugas si anak. Selain melatih kepedulian, anak juga akan berlatih kemandirian dan tanggung jawab terhadap barang-barang pribadi mereka.Pada prinsipnya, barang milik siswa adalah tanggung jawab siswa.
0 comments:
Posting Komentar