KOLAK UNTUK HARGA DIRI

Sore ini sendirian ngabuburit. Nggak nyunnah memang, seharusnya ngaji atau berdoa menyambut datangnya senja maghrib. Tapi karena memang sedang perlu. Di asrama tinggal jendela-jendela yang menatap bisu, dedaunan yang kesepian dan kucing-kucing yang merindukan remah-remah sisa makanan ... halaahh kok jadi mbrebes mili gini. Lha iya, kesepian kok, yo ben.

Maka, agar tidak sekedar tanpa arti, kolak hunting harus dilandasi dengan visi dan misi yang jelas : melatih kepekaan hati. Saya mencoba mencari penjual yang sudah sepuh usianya dan punya stok kolak dan jajanan yang tidak banyak. Ketemu juga, di dekat rumah sakit.

Ke murid-murid saya pesankan beberapa contoh cara membantu orang dengan tetap menjaga harga diri mereka. Misalkan : Lebih baik beli bukan di minimarket, meskipun tempat itu saya akui nyaman dan memudahkan. Sesekali membeli pada pedagang kecil itu baik untuk hati. Dan sebaiknya jangan menawar. Percayalah mereka tidak sedang mencari untung banyak, kecuali sekedar menyambung hidup. Setidaknya mereka sudah berusaha untuk tidak menjadi pengemis.

Sebagai provokator, saya juga ngompori murid ketika belanja bersama ibu, agar mengingatkan beliau untuk menawar sewajarnya. Jika pedagang melepas dengan wajah atau gestur yang berat, boleh jadi tak ada berkah yang akan kita dapatkan. Kenapa saya sebut ibu? Karena setahu saya, banyak kaum wanita yang berjiwa militan ketika menawar barang dagangan.


Contoh lain, jika melihat ada orang yang berpayah-payah jualan yang kita perkirakan nggak bakal laku dalam jumlah banyak. Semisal, pot, sapu lidi, batu cobek, atau apa saja yang kecil tapi bermanfaat. Bantulah dengan membeli meski belum membutuhkan saat ini.

Terakhir, kita bisa berpura-pura tanya alamat pada orang-orang tua pemulung yang kita temui di jalan sebelum memberinya uang. Luangkan sedikit waktu untuk membuat kesan ada timbal balik jasa, sehingga mereka juga tidak merasa mendapat pemberian secara cuma-cuma.

Maka, rasakanlah sensasi mendengar para pedagang itu mengucapkan, "Terima kasih mas," dengan wajah yang tulus dan senyum bahagia. Beda rasanya ketika mendengar sapaan hambar, "Selamat datang, selamat berbelanja di minimarket." Lalu ketika bayar malah ditodong, "Masih ada lagi?"

Beda ...

Bagikan artikel melalui :

KOMENTAR

0 comments:

Posting Komentar