Peraturan Saja Tak Cukup untuk Membuat Disiplin

Di beberapa keluarga atau sekolah, guru merasa bingung menghadapi berbagai perilaku anak terlebih jika memang ada anak yang memiliki perilaku 'super', seperti orang mengatakan si anak bandel, anak nakal, anak tidak bisa diatur, dsb. Karena 'kepanikan' para orang tua atau guru, maka jalan yang mudah ditempuh adalah membuat peraturan, karena banyak orang berpikir bahwa dalam membentuk kedisiplinan siswa, maka diperlukan aturan yang ketat di berbagai aspek.

Padahal jika hanya mengandalkan peraturan, maka kedisiplinan tidak akan terbentuk secara baik bahkan justru akan menjadi bumerang jika peraturan tersebut sudah tidak dipatuhi lagi. Maka ada beberapa syarat dalam membentuk kedisiplinan anak :

  1. Prosedur, kesepakatan dan peraturan dengan batasan-batasan yang jelas. Anda harus mengenal perbedaan antara ketiga istilah tersebut. Untuk lebih lengkapnya, anda bisa membaca artikel yang berjudul "Tips Membuat Kesepakatan, Prosedur dan Peraturan"
  2. Sosialisasi yang terus-menerus. Sosialisasi  prosedur, kesepakatan dan peraturan bukan hanya dilakukan pada saat awal perangkat tersebut dibuat, namun berkelanjutan.
  3. Pendampingan anak. Tidak ada gunanya peraturan sebaik dan seketat apapun tanpa pendampingan anak dalam menjalani peraturan tersebut. Pendampingan bukan berarti kita memata-matai anak yang melanggar kemudian kita berikan konsekuensi. Pendampingan adalah bimbingan kepada anak agar anak dapat menjalankan rutinitas sesuai prosedur. Banyak guru yang mengeluhkan perilaku anak di masjid, kantin, tempat antri atau di tempat makan yang cenderung berantakan dan ribut. Namun jarang guru atau wali kelas berdiri bersama mereka, mendampingi dan membimbing anak  yang kurang tertib dan memberi pengertian kepadanya termasuk memberikan konsekuensi bagi mereka yang tidak menjalankan aturan.
  4. Kontrol peraturan. Apakah peraturan tersebut dijalankan dengan benar atau tidak menjadi hal yang sangat penting. Bisa dibayangkan jika awalnya anak diberikan suatu peraturan namun peraturan tidak dijalankan, tidak ada konsekuensi yang akhirnya anak mengabaikan setiap peraturan yang ada.
  5. Fasilitas. Faktor ini yang sering diabaikan orang tua atau guru untuk mendisiplinkan anak. Jika anak diminta untuk membuang sampah pada tempat sampah, maka sediakanlah tempat sampah. Jika anak diminta untuk antri ketika mengambil makanan, maka buatlah pembantas antrian. Jika anak diminta tidak menaruh pakaian kotor sembarangan, maka sediakan keranjang pakaian kotor, dan sebagainya. Fasilitas bukan harus mahal, namun yang penting efektif. Tempat sampah dapat berupa kardus bekas, pembatas antrian dapat berupa pipa peralon dan tambang, keranjang pakaian pakaian kotor dapat menggunakan bekas keranjang buah.
Kelima faktor di atas harus dijalankan  secara konsisten dan semua anggota keluarga atau jika anda berada di sekolah berasrama, maka semua warga sekolah harus kompak dan terlibat. Antara ayah dan ibu, antara guru dan pengasuh asrama tidak boleh saling bertentangan atau yang satu tegas yang lainnya acuh tak acuhm sehingga tidak ada orang tua atau guru yang satu dibenci yang lain disayang. Dengan demikian kedisplinan anak akan terbentuk dengan kesadaran tentang pentingnya keteraturan karena disiplin telah menjadi budaya bersama.

Bagikan artikel melalui :

, ,

KOMENTAR

0 comments:

Posting Komentar