(Pesan Saya) LIPSYNC ITU MANGAP

Pada kesempatan berbicara di depan siswa setelah selesainya UTS saya gunakan untuk evaluasi. Ada hal menarik selama ujian dan saya yakin barangkali kita pun pernah melakukannya. "Bismillah," kalimat itu berulangkali terucap menjelang habisnya waktu mengerjakan ujian. Tepatnya setelah menyerah terhadap soal-soal yang rumit dan akhirnya menyilang huruf di lembar jawab tanpa lagi melihat soal, ngasal tepatnya.


Ya, "Bismillah" dijadikan 'jimat' dalam menjawab soal. Seolah-olah dengan kalimat tersebut ke-ngawur-an dalam menjawab soal lebih syar'i dan diridhoi oleh-Nya dengan berharap jawabannya benar. Allah pun terkesan dilibatkan dalam proses undian untung-untungan ini. "Bismillah" menjadi kehilangan maknanya ... .

Coba saya tarik hal ini dengan kasus sekelompok muslim yang mendemo sebuah masjid di Bogor. Yang menuntut penghentian renovasi masjid meneriakkan kalimat takbir, sementara di pihak yang berseberangan pun demikian. Sama-sama meneriakkan kalimat takbir, namun saling berhadapan. Ngeri 'kan kalau nggak memaknai. Kalimat suci itu sekedar untuk mengklaim masing-masing sebagai pihak yang benar.

Lipsync, sekedar mangap, mensinkornkan (nge-pas-ke) gerak bibir dengan suara latar memang bisa digunakan untuk menjaga penampilan agar tetap menarik. Namun di sisi lain bisa saja digunakan untuk mengelabuhi penonton. Nah, kalau lipsync menggunakan kalimat suci, bahayanya lebih besar lagi. Apalagi dibumbui dengan latah, sekedar ikut-ikutan padahal nggak paham blasss.

Mirip dengan foto status, rasa-rasanya ada yang mengganjal. Oh pantesan, saya nulis status ini memang lagi ndudukin bantal. Apalagi kata dokter, saya ada gejala internal thrombosed hemorrhoid. Ya, semakin mengganjal ...

Bagikan artikel melalui :

,

KOMENTAR

0 comments:

Posting Komentar