Saya 'ndak Gumun
Jaman sekarang saya kok nggak begitu gumun ketika melihat ada anak kecil bisa cas-cis-cus berbicara dalam Bahasa Inggris. Begitu juga, saya nggak takjub ketika ada pemuda berceramah dengan pilihan kata dan susunan kalimat yang menunjukkan luasnya pengetahuan yang ia miliki. Sekarang, anak-anak memiliki banyak peluang untuk berbicara di forum ilmiah atau presentasi di sekolah yang bersifat unjuk kemampuan sehingga mereka pun terlatih.
Yang saya gumun-kan adalah ketika ada seorang anak berbicara dengan orang yang lebih tua menggunakan bahasa krama. Kedengarannya renyah banget. Saya juga bisa ter-gumun saat menyimak seorang pemuda yang berbicara di depan orang-orang yang berbeda dengan dirinya. Baik berbeda dari segi bahasa, usia, budaya, wawasan maupun pola pikirnya. Dan ia berani memilih bahasa yang sederhana, menjaga kesantunan dan tidak jumawa.
Dan dua hal yang saya gumun-i itu merupakan kelemahan saya. Bahasa saya sudah acak-adul, mana ngoko mana krama. Belum lagi kebiasaan berdiskusi dan tugas meng-audit membuat saya secara tidak sadar sulit untuk merendah. Komplit sudah. Njug piye? Sik..sik.. Lagi tak pikirke ini.
Cara yang pernah saya tempuh adalah secara jantan mengaku panuan daripada menyebut Pityriasis versicolor. Dengan bangga pula menikmati gorengan daripada junkfood. Ketika sariawan, saya lebih lancar menyebut kata lumpangen/oweng-owengen ketimbang Stomatitis Aphtosa. Mudah-mudahan langkah tersebut membantu. Amin.
0 comments:
Posting Komentar