STUDI BANDING, Bukan Jalan-jalan

*Coretan "Studi Banding" ini ditulis ketika saya melakukan studi banding. Catatan ini bisa digunakan pula oleh orang tua dalam mencari sekolah untuk sang anak. Dapat juga sebagai refleksi bagi pengelola sekolah.
-------
Menghormati Tamu
Kalau studi banding ke sebuah lembaga pendidikan, yang pertama kali saya pelajari adalah bagaimana menyambut tamu. Biasanya, jika sebuah lembaga menyambut tamu dengan menyenangkan dan profesional mereka memiliki program pendidikan yang sangat baik dan teraplikasikan dengan baik pula pada anak didiknya. Tidak sekedar program yang muluk-muluk.

Kunjungan Pertama adalah Toilet Siswa
Sesampai di lokasi studi banding, dengan wajah tersenyum saya akan memberikan sapaan standar pada orang yang saya temui, "Maaf, toilet di mana ya?" Biasanya saya akan memilih toilet siswa.
Kenapa toilet? Selain karena saya penganut 'teori' toilet siswa merupakan cermin kualitas dari program pendidikan di lembaga pendidikan tersebut, saya juga sering banget kebelet setelah melakukan perjalanan. Entah karena dinginnya AC mobil atau saya sengaja banyak minum, biar sehat.
Dengan mengunjungi toilet siswa, setidaknya kita bisa tahu kondisi toilet : bukan bagus-tidaknya, tetapi kebersihan (mulai dari lumut maupun coretan) dan keberfungsian alat-alat di dalamnya mulai dari pintu, ember-gayung, kran air sampai saluran pembuangan.

Kurikulum Ekskul
Dalam forum tanya jawab, jarang saya bertanya tentang kurikulum mata pelajaran. Selama saya belajar dari berbagai sekolah, kurikulum yang digunakan standar-standar saja. Kalaupun plus, biasanya adopsi luar negeri atau pengajarannya dengan bahasa Inggris. Ada sih yang membuat saya heboh : ketika berani beda dengan pemerintah.
Saya lebih suka bertanya tentang kurikulum ekstrakurikuler. Melalui ekskul, siswa bebas mengembangkan potensinya. Tidak ada 'motivasi' (tepatnya : ancaman) UN. Sekolah yang mau mengerahkan sumber daya dan dana secara maksimal untuk ekskul, pengembangan diri dan perlombaan, menurut saya itulah sekolah yang menghargai keberagaman siswanya.
CATATAN : perlombaan yang saya maksud bukanlah dalam rangka 'politik mercusuar' sekolah. Namun benar-benar memberikan kesempatan belajar untuk siswanya.
Bukan Sekedar Guru yang Pandai Mengajar
Saya bukannya sudah menerapkan metode mengajar yang baik sehingga nggak bertanya tentang hal ini. Setahu saya, metode mengajar sudah banyak diulas baik melalui seminar/pelatihan atau buku.
Jika masih bergantung pada metode mengajar, cara yang atraktif pun kadang hanya berdampak sesaat di kelas. Siswa mengikuti pelajaran karena gurunya menarik & lucu, tapi tidak menumbuhkan antusiasme untuk belajar lebih serius di luar kelas.
Maka saya lebih suka bertanya cara agar siswa tetap mau belajar di luar jam pelajaran, terbenam di perpustakaan, bermain-main di lab sains atau ngoprek di lab komputer. Syarat : bukan ditakut-takuti oleh u-j-i-a-n. Jika sudah dalam kondisi demikian menurut saya sudah ada hubungan emosional antara siswa-guru-pelajaran.
Sayang, jawabannya nggak mudah.
Alumninya : 'ke mana?' vs 'ke sini'
Siswa merupakan goal dari proses pendidikan. Mengobrol langsung dengan siswa dapat memberikan gambaran hasil proses pendidikan. Saya berbincang dengan siswa sebelum dan sesudah sesi pemaparan. Sebelum pemaparan untuk menggali informasi sebagai bahan diskusi. Setelah pemaparan untuk konfirmasi.
Alumni, sebagai siswa yang telah menyelesaikan masa belajar tentu menjadi gambaran lebih utuh hasil proses belajar. Biasanya orang akan menanyakan ke mana saja alumninya? Lalu disebutkah beberapa perguruan tinggi ternama. Kalau saya, yang membuat penasaran adalah seberapa sering alumninya datang ke sekolah, atau setidaknya seberapa kuat ikatan alumni sesama almamaternya. Bagaimana membentuknya?
Saya tertarik dengan alumni Gontor, yang entah kenal atau tidak, dari angkatan berapapun, tetapi ukhuwah mereka tetap terjaga. Ada ciri khas alumni Gontor katanya. Tidak sedikit siswa yang malu menyebut asal sekolahnya. Padahal keberanian membawa almamater ini berkaitan dengan kebanggaan terhadap lembaga. Terbangun ikatan emosional antara siswa dengan lembaga. Saya ingin belajar hal ini.

Bagikan artikel melalui :

KOMENTAR

0 comments:

Posting Komentar