Ketika Semuanya Remidial!
Ujian Kenaikan kelas telah usia hari ini, dan anak-anak sudah menunggu keluarnya hasil ujian dengan berdebar-debar. Sedikit-sedikit ada anak yang datang ke meja kerja menanyakan hasil ujian sains, entah anak kelas satu atau kelas dua, datang bergantian. Sementara guru lain juga sibuk menyiapkan pengumuman hasil ujian yang akan ditempel di papan pengumuman. Sebelumnya sudah aku umumkan bagi para guru untuk memberikan informasi hasil ujian dengan huruf ‘L’ bagi siswa yang lulus atau huruf ‘P’ yang harus mengikuti perbaikan. Bagi siswa yang ingin mengetahui nilainya bisa langsung mengambil pada guru yang bersangkutan.
Beberapa hasil ujian telah ditempel di papan pengumuman, yang tentu disambut reaksi beragam siswa. Ada yang gembiran karena tidak ada pelajaran yang harus diperbaiki, namun ada juga siswa yang mengeluh terus karena selalu mendapat nilai P untuk beberapa mata pelajaran. Termasuk seorang anak yang memang selalu menjadi topik utama pembicaraan para guru karena kemampuannya yang selalu berada di bawah kriteria ketuntasan yang ditetapkan. Termasuk di palajaran sains, pelajaran yang aku ampu. Berbagai strategi mengajar telah aku terapkan, namun belum banyak menolong karena memang aku baru menemukan gaya belajarnya yang tepat beberapa bulan sebelum ujian kenaikan kelas. Anak itu pasti merasa selalu kalah.
Sampai akhirnya ia datang padaku dan bertanya,
“Ustadz, saya remidial ya?”
Tampaknya ia belum puas dan kembali bertanya, masih dengan wajah yang penuh cemas,”Tapi remidial nggak, Ustadz?”
“Alhamdulillah, kalian tentunya telah belajar keras sebelumnya. Sehingga untuk sains tidak ada yang remidial,” aku kembali meyakinkan.
Wajahnya mulai cerah.
“Ustadz minta tolong semua teman sekelas dikumpulkan di teras kantor, Ustadz akan bagikan kertas ujiannya,” pintaku padanya.
“Ya. Ustadz!” dengan semangat ia menjawabnya dan langsung memanggil teman-temannya.
Tak lama kemudian aku sudah diberitahu Ahmad, bahwa semua temannya telah berkumpul di teras. Tak lupa aku mengucapkan terima kasih padanya dan aku meminta tolong pada Ahmad untuk membawakan kertas ujiannya.
Aku menemui anak-anak yang telah menanti di teras dengan berbagai ekspresi. Kemudian satu per satu kubagikan kertas ujian pada mereka. Anak-anak bingung ketika melihat kertas ujian itu, karena tidak ada nilai dan hanya coret-coretan pada beberapa jawaban, yang merupakan komentar-komentarku yang aku tuliskan, semisal :
“Caranya sudah betul dan OK! Tapi coba dicek lagi hasil perkaliannya. Itu saja kok!”
“Wahhh ... lengkap banget! Memang sih ada yang terlupa, SATUAN-nya ... Dilengkapi ya!”
“Gambarnya bagus! Nahh ... tinggal diperiksa lagi cara menyelesaikannya ... OK?!”
Dan sebagainya, untuk jawaban-jawaban yang kurang sempurna atau memang salah.
Bagi yang sudah betul, maka aku beri tanda BINTANG.
“Ustadz, kok nggak ada nilainya?”
Kemudian aku jelaskan, “Ustadz berterima kasih kepada kalian semua yeng telah mempersiapkan ujian dengan luar biasa! Bahkan katanya Luqman lembur sampai jam setengah dua belas ya? Wahh ... untung ketika tahfidz tidak ngantuk, “ Lukman hanya senyum-senyum.
“Karena kalian telah mempersiapkan dengan sungguh-sungguh tentu hasilnya juga bagus, artinya di pelajaran sains tidak ada remidial. Memang ... Ustadz belum menuliskan nilainya sekarang. Ustadz akan berikan nilai jika kalian telah memperbaiki jawaban kalian yang memang Ustadz telah beri komentar. Yang ada tanda bintangnya tidak perlu diperbaiki...,” lanjutku.
Meskipun sebetulnya ada juga beberapa anak yang memperoleh hasil di bawah kriteria ketuntasan, namun nilai-nilai mereka hanya aku tuliskan dalam rekap di komputerku saja.
Akhirnya anak-anak pun sibuk meneliti jawabannya yang kurang sempurna dan mencoba membetulkan atau menyempurnakan jawaban.
Ahmad juga datang kepadaku untuk menyetorkan jawaban yang telah ia coba perbaiki. Namun aku lihat belum banyak perubahan. Aku coba dengan metode interview, salah satunya untuk pertanyaan tes berikut :
Sebuah balon yang berisi air kemudian disulut dengan api di bawahnya, tidak meletus. Sementara itu balon yang hanya berisi udara jika disulutkan api langsung meletus. Kenapa demikian?
Dengan lancar ia menjelaskan secara lisan dan memang jawabannya tepat! Kemudian aku minta Ahmad untuk menuliskan dalam lembar jawab.
Contoh soal lain
Deni ingin mandi dengan air hangat sebelum berangkat sekolah. Dia ingin mandi dengan air yang bersuhu 40 derajad celcius sebanyak 9 kg. Ia memanaskan air hingga mendidih kemudian mencampurkan dengan air sumur sebanyak 6 kg. Berapakah suhu air sumurnya?
Ternyata ia juga tidak mengerti dengan apa yang dimaksudkan dalam soal. Kemudian kembali aku coba gambarkan dengan tiga buah ember air; air dingin, air panas dan air campuran. Aku minta Ahmad untuk menuliskan massa dan suhu pada masing-masing ember. Dengan metode gambar ini, akhirnya ia bisa menyelesaikan soal dengan tepat.
Dan sebagainya.
Memang ia adalah seorang anak dengan modalitas belajar visual sehingga lebih mudah memahami pelajaran jika divisualisasikan.
Dan akhirnya aku tuliskan angka 8,3 pada lembar ujiannya. Ia berlari dan mengabarkan nilai yang diperoleh dalam pelajaran sains yang tentu baginya sangat istimewa mendapat nilai delapan. Dan dengan bangga ia katakan pada teman-temannya bahwa ia tidak remidial pada pelajaran sains.
Alhamdulillah, aku tidak terburu-buru memvonis Ahmad dengan sebuah nilai yang di bawah standar, karena ia ternyata bisa, dengan cara lain. Ujian adalah discovering ablity, menemukan letak ke-bisa-an anak, bukan mencari ke-tidakbisa-an siswa dalam menjawab soal, sehingga ujian menjadikan anak kembali percaya diri dengan kemampuannya.
0 comments:
Posting Komentar