Mengelola Asrama Sekolah yang Aman (1)

Beberapa saat lalu kita mendengar berita kasus penyimpangan seksual di sebuah sekolah berasrama Katholik di Eikenburg, Belanda. Tak tanggung-tanggung lagi, pastor pun ikut terlibat di dalamnya selain kasus ini terjadi juga banyak terjadi di antara siswa sejenis.Atau kasus ditemukannya 27 pasangan lesbi di sebuah sekolah berasrama juga di Afrika Selatan beberapa saat lalu.

Di Indonesia banyak sekali model sekolah berasrama, mulai dari yang berbasis agama, seperti : pesantren, seminari, sekolah terpadu, sampai sekolah umum yang juga menyediakan asrama, seperti : SMA Taruna Nusantara, Insan Cendikia, dsb. Dan porsi sekolah berasrama yang paling besar adalah pesantren, sebuah lembaga pendidikan dengan pondasi agama yang diharapkan sangat kuat. Namun adakah jaminan bahwa pesantren aman dari penyimpangan seksual?

Saya sangat pilu hatinya ketika membaca cuplikan novel "Sorban yang Terluka" meskipun ini HANYA FIKSI atau buku Mairil, Tradisi Seks Sejenis di Pesantren, hal inisangat mungkin terjadi di sekolah-sekolah berasrama, bahkan dengan benteng agama pun. Karena fakta yang saya kemukakan di atas, seperti yang terjadi di Belanda, Afrika Selatan bahkan banyak lembaga keuskupan yang tercemar sampai-sampai Paus Bendictus harus turun tangan.

Berikut cuplikannya :

"Di tahun pertama, aku mulai sedikit mengerti tentang dunia pesantren. Suatu hari, selepas acara muhadzaroh1 (latihan pidato) pada malam Jum’at yang diikuti oleh seluruh santri, aku merasa letih sekali. Aku merasa pusing, sangat mengantuk, dan badan terasa meriang. Mungkin karena sudah seharian aku mengikuti kegiatan. Sebab kalau hari Kamis, santri disibukkan dengan berbagai macam kegiatan. Kamis pagi, para santri masuk kelas sampai waktu dzuhur. Selepas makan siang ada acara latihan pidato bahasa Arab. Ba’da ashar, masih ada latihan pramuka. Malamnya, selesai shalat isya’, para santri masih mengikuti acara latihan pidato bahasa Indonesia.

Tepat jam 9.30 malam, aku mulai membaringkan badan di atas lantai yang hanya beralaskan karpet. Aku tidur nyenyak sekali. Paginya, sebelum adzan subuh, aku sudah
dibangunkan oleh suara pengurus bagian peribadatan. Tentu agar santri segera bergegas ke masjid karena sebentar lagi sudah waktunya shalat subuh. Tetapi, aku kaget. Aku merasa di kedua pahaku ada banyak cairan. Karena masih baru bangun tidur, aku belum sadar apa sebenarnya cairan itu. Apakah aku tanpa sengaja buang air kecil saat tidur?tanyaku dalam hati. Namun, mana mungkin aku tanpa sengaja buang air kecil saat tidur. Tidak mungkin itu terjadi karena aku membiasakan buang air kecil sebelum tidur.
Cairan itu sampai membasahi kedua pahaku dan kain sarung yang kupakai waktu tidur. Beberapa saat kemudian, setelah aku betul-betul sadar, aku baru tahu kalau cairan itu adalah sperma. “Apakah aku mimpi basah?” Ah, rasanya aku tidak mimpi basah. Cairan ini bukan spermaku. Ya, ini bukan spermaku.

Karena salah seorang pengurus bagian peribadatan menyuruhku cepat-cepat ke masjid, aku pun tidak menghiraukan itu, meskipun hatiku sebenarnya sangat penasaran. Paginya aku menceritakan apa yang aku alami pada salah seorang kakak kelasku. Dia santri kelas dua. Hanya selisih setahun denganku.

“Ya akhi, kamu pernah mengalami kejadian aneh nggak saat bangun tidur?”
“Kejadian aneh bagaimana maksud kamu? Kamu jangan mengada-ada! Di pesantren ini tidak ada cerita tahayul,” sambil sedikit tersenyum ia menjawab pertanyaanku.

Tampaknya dia menganggap aku hanya mau bercanda dengannya.

“Bukan itu maksudku. Tadi malam saat bangun tidur, di pahaku banyak cairan.”

Spontan temanku itu tertawa terbahak-bahak. Aneh pikirku, apanya yang lucu. Malah justru santri itu semakin tertawa-tawa.

“Semalam kamu tidur pasti pake sarung ya?”


“Iya! Memangnya mengapa kalau pake sarung?”


“Saat kamu tidur, kamu tidak merasakan apa-apa sama sekali?”

“Tidak. Aku capek. Makanya aku tidur sangat nyenyak.”

“Kamu itu telah dihomo!”

“Maksudmu apa?”

“Tadi malam ada seseorang yang telah melampiaskan nafsunya padamu. Orang itu sudah tidak tahan untuk melakukan seks. Karena tidak ada lawan jenis, sebagai pelampiasannya, kamu dijadikan gantinya.”

“Kurang ajar. Siapa yang berbuat begitu padaku?”

“Alah, tidak usah dipikirin! Kejadian seperti itu sudah lumrah terjadi di pesantren. Itu baru yang pertama kamu alami. Biasanya kamu akan mengalami kedua kalinya. Dan memang yang sering dijadikan pelampiasannya pasti para santri baru, karena mereka belum tahu apa-apa. Aku juga pernah mengalami sesuatu yang tak pernah terbayangkan.
Seorang santri senior, melecehkan aku secara seksual. Ia memasturbasi diriku saat aku tidur. Aku berontak. Tap ancamannya—santri senior punya kekuasaan untuk menghukum
membuat aku diam. Dan kejadian itu berulang. Ia bahkan mulai berani mengoral aku, dan terakhir menyodomiku.”

“Kira-kira kamu tahu siapa orangnya yang berbuat seperti itu padaku?”

“Tentu aku tidak tahu pasti siapa yang melakukan itu. Tetapi, siapa lagi kalau bukan santri yang senior, terutama mereka yang sudah menjadi pengurus. Kalau santri yang
belum menjadi pengurus, tidak akan berani berbuat seperti itu. Soalnya dulu sudah ada salah seorang santri yang diusir gara-gara menghomo santri baru. Memang pelampiasan itu biasa dilakukan malam Jum’at. Karena kegiatan santri sangat padat siang sebelumnya. Malamnya, sang korban yang menjadi palampiasan sulit bangun saat digituin karena sangat letih. Makanya, kalau tidur pake celana biar sulit dibukanya, atau paling tidak kamu pasti akan bangun.”

“Aku tidak terima diperlakukan seperti itu. Memangnya aku perempuan yang bisa dijadikan pelampiasan nafsu laki-laki. Aku benci orang itu.”

“Ya apa boleh buat. Di sini kan pesantren. Dan di pesantren mana pun, praktik seperti itu sudah dianggap lumrah.”

“Benarkah sampai begitu?”

“Ya, masih banyak yang belum kamu ketahui. Lain kali hati-hati! Tetapi, kayaknya kamu perlu bersyukur.”

“Bersyukur bagaimana maksud kamu? Aku saja tidak rela dengan kejadian ini. Mana mungkin aku bersyukur!”

“Kalau kamu dihomo, itu menandakan bahwa kamu termasuk orang cakep. Biasanya orang yang tipe begituan sukanya dengan orang yang cakep saja. Nah, kamu untung. Berarti kamu cakep.”

“Jangan ngawur!”

“Ya maaf, pesanku hanya itu. Lain kali hati-hati. Orang itu biasanya akan mengulangi kedua kalinya.”

Mendengar keterangan kakak kelasku itu, aku mulai ragu-ragu dengan dunia pesantren. Padahal aku masih belum genap satu tahun di pesantren. Rasanya ada banyak sisi pesantren yang tidak aku sangka sebelumnya. Mungkin perlu waktu panjang untuk mengetahui semua yang terjadi di pesantren. Kejadian yang menimpaku malam itu jelas masih mengganjal hatiku. Benarkah pelampiasan seksual pada sesama jenis telah menjadi budaya di pesantren?

Obrolan singkat dengan kakak kelasku masih terngiang di telinga. Rasanya sangat naif bila di dalam lembaga pendidikan agama seperti pesantren ada budaya yang “menjijikkan.” Apalagi temanku sampai mengatakan, masih banyak yang belum aku ketahui di pesantren. Aku memegang erat nasihat kakak kelasku.

Minggu berikutnya aku berhati-hati betul. Aku pun memakai celana waktu tidur sebagaimana anjuran temanku. Apalagi dia mengatakan rawannya pelampiasan seks itu pada malam Jum’at karena santri sudah lelah dengan kegiatan seharian. Aku masih tetap penasaran dengan kejadian yang menimpaku malam itu. Makanya, meskipun aku sebenarnya letih, aku tetap bertahan untuk tidak terlelap tidur. Sebenarnya aku tidak ada niat untuk berbuat balas dendam Aku hanya penasaran dengan kejadian semacam itu. Ruangan kamarku sudah gelap gulita. Tampaknya seluruh teman sekamar sudah mulai terlelap. Suasana pesantren semakin sunyi. Tidak ada suara gemuruh sebagaimana di siang hari. Hanya ada beberapa orang yang suaranya terdengar dari luar kamar. Suara-suara itu adalah santri yang bertugas berjaga malam. Petugas penjaga malam disebut haritsul laili. Santri-santri yang ditunjuk menjadi penjaga malam adalah yang sudah bermukim lebih dari dua tahun di pesantren. Jadi, aku dan kakak kelas satu tahun di atasku masih belum dapat menjadi penjaga malam.

Teman-teman sekamarku tampaknya mulai menikmati mimpi-mimpi yang menghiasi tidur mereka. Karena gelap, aku sudah tidak tahu waktu menunjukkan jam berapa. Meski aku sudah mulai mengantuk, aku tetap menahan rasa kantukku. Aku penasaran, siapa tahu malam ini ada santri senior yang ingin melampiaskan nafsunya pada sesama jenis. Malam semakin larut. Di antara sadar dan tidak, karena aku sudah sangat mengantuk, aku merasa ada yang membuka pintu. Ada seseorang yang masuk ke kamarku. Aku sudah mulai curiga. Aku terkejut. Aku merasa secara perlahan-lahan ada tangan yang ingin membuka sarungku. Meraba-raba pahaku. Dan sesekali mencium pipiku. Sengaja kubiarkan tangan itu membuka sarung yang kujadikan selimut tidurku. Tetapi, tampaknya tangan itu kesulitan karena aku masih mengenakan celana panjang. Tangan itu sudah mulai berani berusaha keras membuka celanaku. Beberapa saat kemudian, secepat kilat aku langsung memegang tangan itu. Seketika pula aku langsung bangun dari tidur.

“Kamu siapa? Mau apa datang ke sini?”

Masih dalam kegelapan, aku mencoba ingin tahu siapa sebenarnya orang itu. Tetapi, tampaknya dia tenang-tenang saja. Aku semakin heran.

“Aku pengurus bagian penerangan. Kamu tidur saja. Aku hanya mengontrol.”

“Lalu mengapa tadi kamu membuka sarungku?”

“Aku hanya merasa kesepian. Dan kamu mungkin tahu apa maksudku. Jadi, aku minta maaf. Lain kali aku tidak mengulangi lagi padamu.”

Aku semakin heran dengan orang itu. Tampaknya ia tidak merasa bersalah. Bahkan sikapnya sangat dingin, seakan-akan tidak berbuat apa-apa. Padahal, menurutku seharusnya dia merasa malu karena niat jahatnya ketahuan.


“Malam Jum’at yang lalu kamu sudah berbuat seperti ini padaku kan?”

“Aku minta maaf. Aku tahu kalau aku salah. Aku berani berbuat seperti itu karena kamu aku anggap masih belum berani melawan. Tapi tampaknya aku salah.”

“Aku akan melaporkan kamu ke ustadz.”

Tapi, tampaknya omonganku tidak ia hiraukan. Justru, dia malah tertawa. Aku tambah marah dibuatnya. Orang yang jelas-jelas mau berbuat jahat padaku, malah menertawakanku.

“Mengapa kamu tertawa?”

“Aku tertawa karena kamu mau melaporkan aku ke ustadz.”

“Memangnya mengapa?”

“Kalau kamu mau melaporkan santri yang berbuat seperti itu, seharusnya bukan cuma aku. Terlalu banyak santri senior yang berbuat seperti itu. Di pesantren, perbuatan seperti itu sudah lumrah. Dan kamu harus ketahui, yang menghomo kamu minggu lalu bukan hanya satu orang.”

Sambil tertawa sinis, dia meninggalkanku. Kamarku masih dalam keadaan gelap. Aku semakin terkejut dengan kata-katanya. Mengapa praktik homoseksual dianggap lumrah di pesantren? 


... "

Cerita fiksi tersebut kembali mengingatkan kita, para guru khususnya yang menjadi pengasuh asrama atau pun orang tua yang mempercayakan pendidikan putranya di sekolah berasrama untuk memperketat pengawasan para siswa. Bagi pengelola sekolah berasrama ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memantau pergaulan para siswa :

1. Setting ruang/kamar tidur :
Ruang kamar disetting agar mudah diakses dari luar, tidak tertutup. Sangat dianjurkan bagian depan/samping memiliki jendela kaca dengan tujuan agar bagian dalam kamar mudah dilihat meski hanya dengan melintas di depan  kamar. Kamar yang berbentuk barak terbuka lebih baik daripada kamar privat yang setiap kamarnya terdiri atas 2-8 orang.


Sangat banyak kasus homoseks terjadi antara siswa senior dengan junior. Kamar yang baik dikelompokkan berdasar kelas, bukan dicampur untuk menghindari interaksi siswa antar-timgkat. Homoseks (suka sama suka) terjadi karena ada pihak yang berperan sebagai 'laki-laki' dan yang lainnya sebagai 'perempuan' atau dengan kata lain antara major dengan minor.

Aturlah tempat tidur : siswa dilarang tidur berduaan, siswa harus mengenakan celana panjang selama tidur (larangan keras menggunakan sarung) dan aturlah lampu kamar tidur tetap ada yang menyala meskipun remang-remang.

2.  Interaksi siswa
Kita waspadai kedekatan dua siswa yang berlebihan. Biasanya ditandai dengan seringnya duduk berduaan, tidak banyak berteman dengan yang lain, makan berdua, surat-menyurat padahal setiap hari bertemu, ada sikap cemburu bila ia berjalan dengan orang lain kemudian berlanjut ke sikap marah. Jangan remehkan gejala-gejala di atas karena jika dibiarkan, maka penyimpangan di masa mendatang sangat mungkin terjadi.
Terkadang pelaku menganggap itu bagian dari persaudaraan karena Allah. Tidak!!! Itu adalah bisikan syetan yang menghiasi dosa. Berikan pemahaman yang benar tentang ukhuwwah fillah, melalui kajian atau pendekatan personal. Berikan motivasi untuk bertaubat dari perbuatan keji itu dan menyudahinya sekarang juga dan tidak menunda.


Sebagaimana telah disebutkan, kasus penyimpangan seks sejenis terjadi antara siswa senior dengan siswa junior. Maka sangat perlu untuk membatasi interaksi sehari-hari siswa antar-tingkat.

Kasus lain yang sering terjadi juga dikarenakan kesewenang-wenangan dari senior (seperti dalam cerita di atas), maka jangan sekali-kali memberikan kepercayaan dan kewenangan penuh kepada senior untuk mengatur pola kehidupan di asrama.

Perhatikan juga terhadap siswa yang terlalu lama berada di kamar mandi  atau sering berkata jorok, berikan pengertian dan konsekuensi yang tegas.

Dua jenis penyimpangan seksual sejenis di lingkungan asrama :
1.      Siswa yang memiliki hubungan khusus dengan siswa lain dan bersifat suka sama suka (mairil) cenderung relatif lama dan intensitasnya lama. Penanganan kasus ini lebih rumit karena melibatkan perasaan yang bersangkutan. Mereka biasanya saling memberikan perhatian kepada partnernya, misalnya : memberikan hadiah, membantu menyelesaikan PR, mengambilkan makan jika salah satunya sakit dan perhatian lebih lainnya atau jika bercanda terlalu berlebihan sampai tonjok-tonjokan atau pukul-pukulan bahkan merangkul. Solusinya adalah sistem harus ada dan tegas diimplementasikan, misalnya yang merawat siswa sakit, pendamping PR, pemberian hadiah, adab bercanda, dsb.

2.      Sementara jenis hubungan lain adalah pencabulan, seperti yang ada dalam cerita di atas. Biasanya terjadi antara senior kepada junior yang memang memiliki wajah tampan, baby face, imut. Solusinya adalah penataan kamar yang tepat dan pengawasan interaksi siswa seperti yang sudah dijelaskan.

Jika anda menemui siswa atau anak anda memiliki gejala penyimpangan seks :

1. Mendekat dengan keduanya (jangan hanya salah satu, khususnya kasus suka sama suka) secara terpisah, kita mencari keterangan, klarifikasi dan dianjurkan TIDAK dengan bahasa sindiran. Sampaikan dengan terbuka prasangka kita terhadap kejanggalan sikap.


2. Pisahkan kamar mereka yang anda temui gejala tersebut, jika sebelumnya berada dalam satu ruang, tempatkan orang yang dapat dipercaya untuk memantau kamar itu, atau bahkan tinggal dan tidur di ruang mereka.

3. Komunikasi, perhatian, konsekuen tetap diperlukan ketika anda menemui siswa yang memiliki gejala-gejala penyimpangan. Hukuman tidak menyelesaikan masalah jika tidak diberikan pemahaman dan pengertian, karena siswa akan mencari cara lain agar tidak diketahui perbuatannya.

4. Jangan disebarkan berita penyimpangan siswa ke siswa yang lain karena hal ini akan membuat siswa tersebut merasa malu. Mintalah bantuan kepada bagian bimbingan konseling atau psikolog untuk mencari solusi.

(bersambung)

Bagikan artikel melalui :

,

KOMENTAR

4 comments:

  1. Kebetulan sekali, saya ingin menyekolahkan anak di pesantren. mohon diberikan tips-tips memilih pesantren untuk anak saya. Terima kasih.

    BalasHapus
  2. Mohon, saya butuh cara memilih pesantren yang aman untuk anak perempuan saya. Saya jadi agak khawatir juga. terima kasih.

    BalasHapus
  3. Insya Allah, akan segera kami terbitkan tips memilih pesantren atau sekolah berasrama yang aman.
    Akan terbit juga artikel "Mengelola Asrama Sekolah yang Aman (2)"

    BalasHapus
  4. Pak, mohon bantuannya informasi pesantren yang bagus!

    BalasHapus