Guru, haruskah waGU tur saRU (norak dan memalukan)?
Guru, kata ini menyiratkan akan sebuah sosok yang memiliki garis-garis
pejuang tangguh di wajahnya. Bahkan dalam falsafah jawa, istilah ‘guru’
dijadikan sebagai nama sebuah tiang penyangga utama dalam rumah adat
jawa, joglo, dengan sebutan soko guru sebagai penghargaan kepada sosok
g-u-r-u. Orang Jawa juga sering memberikan pepindhan pada kata ‘guru’ ,
digugu lan ditiru, yang dijadikan panutan dan dicontoh. Mulia sekali
peran guru …
Namun jika melihat perilaku mereka-mereka yang menyebut dirinya sebagai
‘guru’, masih layakkah guru adalah ‘sosok yang dijadikan panutan dan
dicontoh’?
Ketika kumpulan (kata ini sering digunakan orang jawa saat ada acara
bersama) kepala sekolah beberapa saat lalu, miris hati ini mendengar apa
yang mereka bahas…
-- SERTIFIKASI TIADA HENTI –
Memangnya sertifikasi tidak boleh?
Boleh saja, jika memang dilakukan sesuai tujuan : untuk meningkatkan
kualitas dan kompetensi guru. Namun apa masih bisa dikatakan benar jika
yang dibicarakan adalah seputar bagaimana menyiasati (kalau boleh
dibilang ‘mengakali’) persayaratan-persayaratan dari sertifikasi : yang
jam kerja, lama pengabdian, pelatihan, dsb ...
Seorang kepala sekolah pernah bercerita, betapa para guru memiliki
‘semangat’ yang sangat tinggi menjelang sertifikasi : menyusun
portofolio, melengkapi berkas-berkas sampai begadang di sekolah beberapa
hari. Namun jika mereka diminta lembur, itung-itungan tunjangan pun
mereka terapkan …
Guru, sosok yang seharusnya menanamkan kepribadian dan karakter yang
baik bagi anak didiknya telah mengawali langkahnya dengan cara yang
tidak tepat. Sadar atau pun tidak, mereka telah mempersiapkan anak
didiknya menerima pelajaran-pelajaran dari lisannya yang menjadi jalan
masuk makanan haram.
Akan seperti apakah siswa-siswanya kelak?
Bahkan para manusia yang berani menyebut dirinya sebagai ‘guru’ tersebut
banyak yang mengajarkan ketidakjujuran, kecurangan dan nilai-nilai
keburukan yang tentu akan tertanam sangat dalam pada jiwa anak didiknya.
Menjelang ujian nasional, ‘guru’ memberikan berbagai cara agar
siswa-siswanya dapat lulus. Kalau cara ini benar? OK! No problem. Tapi
apa jadinya jika guru menyuruh para siswa untuk saling mencontek, guru
memberikan bocoran, guru membantu mengerjakan soal ujian nasioanal?
Karena jika siswa-siswanya lulus, tentu pujian dari berbagai kalangan
akan mengalir. Dan ‘sistem’ ini sudah berjalan dengan rapi, mulai dari
guru, kepala sekolah hingga kepala dinas terkait. Padahal ada
keterkaitan, dari perilaku yang guru tanamkan tersebut akan menjadi
tanaman korupsi yang subur …
Mereka juga mendidikkan ketidakjujuran bagi pribadi mereka sendiri.
Bukan hal yang asing bagi sekolah swasta seperti kami, jika turun dana
BOS-hak bagi para siswa- atau dana tunjangan fungsional guru, selalu
kami harus memberikan ‘setoran’ (tanpa kuitansi transaksi) sebagai uang
tanda terima kasih buat ‘mereka’ yang telah menguruskan turunnya dana
tersebut (padahal itulah tugas mereka!). Dan seperti biasa pula sekolah
kami menolaknya. Ada sanksi? Tentu tidak !! Namun ancaman dengan tidak
cairnya dana bagi sekolah kami pernah kami terima, dan kami tidak
menyerah. Dan yang terakhir adalah ‘bokiot’ Try Out Ujian Nasional!
Tidak ada pemberitahuan bagi kami bahwa ada tryout ujian nasional.
Ketika dikonfirmasi, mereka menjawab : “Kan, Kafila memiliki sistem
sendiri … Dan tidak mengikuti sistem kami …”
Siapa mereka-mereka itu?
Seprofesi dengan kami. GURU.
Bicara profesionalitas?
Seorang teman mengunjungi sebuah sekolah (Islam) dalam rangka
menyampaikan pesan dari kepala sekolah. Apa yang dilakukan guru?
Mengajar sambil ‘klecas-klecis’ (sebuah ungkapan bagi mereka yang hobi
merokok), mengajar sebagai pengantar tidur buat anak-anak atau bahkan
ada yang meminta muridnya untuk memberikan bubur ayam di depan sekolah
kemudian menyantap di ruang kelas.
Banyak guru yang ‘bekerja’ hanya sebagai pengajar, penyampai materi dan
selesai. Tidak ingin menanamkan suatu ‘ideologi’ bagi setiap pelajaran
yang diampunya. Mereka (kebanyakan) tidak ingin meng-upgrade cara,
bagaimana agar siswa dapat benar-benar memaknai pelajaran sebagai sebuah
pengalaman belajar. Tapi, mereka mengatakan, “Ah, kehabisan ide.”,
“Sudah banyak kerjaan,”, dsb, padahal, berapa mereka (dan saya tentunya,
karena saya juga seorang guru) digaji? Ambil contoh gajinya 1,5 juta,
artinya mereka digaji 50 ribu per hari. Untuk apa? Berfikir : bagaimana
bisa menjadikan pelajaran ini lebih bermakna …
Nah, dari sini kita (anda dan saya, para guru) memang harus selalu
belajar dan belajar!
Sehingga syarat menjadi guru bukanlah
:: waGU tur saRU (norak dan memalukan) ::
Yuk belajar!
Casino - Jordan12
BalasHapusCasino - where can i buy air jordan 18 retro men red Jordan12 Online show to buy air jordan 18 retro red suede Sports air jordan 18 retro racer blue from me Betting 슬롯 커뮤니티 Site air jordan 18 retro varsity red to me