Pendidik yang Tak Dipanggil 'Ustadz'

Saya kagum sekaligus malu dengan H. Abdullah Mas'ud, Pendiri sekaligus Komisaris KAFILA Group, pimpinan kami. Selama Ramadhan, beliau yang pernah menjadi GM Drilling Service PERTAMINA ini, mendidik langsung alumni Ma'had KAFILA melalui program yang beliau rancang dan laksanakan sendiri.

Sederhana sebetulnya. Beliau mengajak alumni angkatan pertama untuk menghidupkan rumah beliau dengan tarawih dan tilawah dini hari. Beberapa saat lalu saya bertemu dengan beliau untuk membicarakan program beasiswa S1 bagi alumni angkatan tahun ini, beliau menyampaikan bahwa anak-anak itu ada kendala komunikasi sehingga beliau mencoba mencoba membuka kran tersebut ketika beliau makan bersama alumni. Sebuah konsep komunikasi Rasulullah yang selama ini saya kagumi, dan beliau mengimplementasikannya.

Tak hanya sampai di sini, beliau melatih alumni untuk menjalankan prinsip "Di mana pun kita berada, berilah manfaat. Kalau tidak bisa, jangan sampai meninggalkan hal-hal yang buruk bagi orang setelah kita". Misalnya ketika kita di toilet : kalau kita memang bisa membersihkan toilet, jadikan lebih bersih dari sebelumnya; jika tidak, jangan sampai ada bekas kita yang akan merepotkan pengguna setelahnya, demikian yang beliau sampaikan langsung kepada saya.


Penerapannya adalah alumni diberi pelatihan kebersihan oleh tim cleaning service dalam rangka program beliau : alumni membersihkan 8 masjid di lingkungan Ma'had KAFILA tempat mereka i’tikaf. Konsep beliau, jangan sampai i’tikaf justru membuat masjid menjadi kumuh karena banyak pakaian yang dijemur secara sembaranga, sampah makanan berserakan serta tempat bekas tidur yang bau keringat dan keburukan lain yang selama ini beliau temui di tempat i’tikaf.

"Nanti Ustadz yang melanjutkan program ini," beliau yang telah membiasakan puasa Daud ini menutup pembicaraan.

***

Tidak lama saya menuliskan note di atas, siang harinya saya bersama dua rekan guru dipanggil beliau untuk rapat membahas beberapa program pesantren. Tempat rapat kami kali ini sangat spesial, di masjid tempat beliau dan para alumni menjalankan i’tikaf.

"Semua urusan pekerjaan, ada tamu atau urusan lain saya minta datang ke sini," beliau membuka diskusi. "Agar orang itu paham, bahwa kita masih bisa bekerja selama i’tikaf. Artinya i'tikaf itu tidak mengurangi produktifitas kita," lanjut beliau di damping putra dan salah seorang stafnya. "Juga biar orang tertarik untuk i’tikaf."

Panjang lebar kami membicarakan identifikasi masalah hingga menentukan KPI (Key Performance Indicator) masing-masing program yang ada di pesantren. Di sela-sela pembahasan, beliau selalu menyisipkan motivasi untuk kami. Beliau tidak bertitel ‘ustadz’, namun ibadah beliau, penerapan sunnah nabi yang selalu dikampanyekan, hingga motivasi beliau melebihi kami yang sehari-hari dipanggil 'ustadz'. Beliau jarang mengatakan sebuah dalil karena pasti akan berkata, "Ustadz lebih paham dalilnya," namun beliau menyampaikan dalil yang telah beliau terima dan pahami kepada kami melalui sebuah amalan.

Di akhir pembahasan beliau kembali memberikan wejangan sebagai berikut :

"Strategi perang itu ada dua; gerilya dan membumihanguskan. Masing-masing ada kelebihan dan kelemahannya. Strategi membumihanguskan itu lebih mudah dilaksanakan, wilayah yang dihuni musuh akan dihujani dengan bom sehingga seluruh musuh akan tewas dengan cepat dan menyeluruh. Namun ternyata yang meninggal ataupun rusak tidak hanya musuh, karena pepohonan, anak-anak kecil, binatang, gedung, tanah dan sebagainya juga hancur lebur. Sementara itu strategi gerilya memang memerlukan waktu yang lebih lama dan lebih sabar karena kita harus benar-benar membidik sasaran. Namun dengan strategi gerilya, kita bisa memilih mana saja yang harus kita bunuh dan mana saja yang akan kita berdayakan selanjutnya.

Demikian juga puasa. Orang selalu menggunakan dalil tidurnya orang puasa adalah ibadah sehingga banyak orang yang berpikir, tidur sajalah karena akan mendapatkan pahala. Setuju bahwa tidurnya orang puasa ibadah karena dengan tidur potensi maksiat tidak akan muncul. Namun nilai hidupnya tidak akan bertambah karena tidak melakukan kebaikan-kebaikan yang seharusnya bisa dilaksanakan. Ini mirip dengan strategi perang membumihanguskan. Maka kita sebaiknya memilih strategi gerilya, pilih-pilih, meskipun potensi baik dan buruk akan muncul. Namun dengan strategi ini kita lebih bisa melejitkan potensi yang baik sementara potensi yang buruk insyaallah kita mampu menekannya. Jadi puasa atau i’tikaf jangan dihabiskan waktunya hanya untuk tidur, berilah manfaat bagi orang lain."

Dan beliau selalu telah lebih dulu mengamalkan apa yang beliau sampaikan kepada kami.

***



Ya Allah, kami tahu cintanya beliau kepada kami, kepada para santri, kepada Ummat Islam dengan mencurahkan tenaga, fikiran dan hartanya melalui program pendidikan beasiswa KAFILA. Sementara kami sampai saat ini belum bisa membahagiakan beliau, dan masih kurangnya syukur kepada-MU.

Ya Allah, kami mengenal beliau, yang hanya akan terpuaskan batinnya ketika bisa memberi manfaat bagi orang lain.

Ya Allah, aku tak mampu lagi mengucap, doa apa yang harus aku panjatkan untuk membalas cinta beliau kepada kami. Namun Engkau tahu, tanpa lidah ini bergerak, hati kami tak pernah berhenti mendoakan beliau.

Alumni sekalian, nikmatilah pendidikan langsung dari beliau, sebuah kesempatan yang tidak semua siswa akan dapatkan. Belajarlah tentang cinta, keikhlasan, kerja keras, kedisiplinan, komitmen, kepasrahan dan banyak karakter positif lainnya.



Bagikan artikel melalui :

KOMENTAR

0 comments:

Posting Komentar