Ibu Selalu Sabar, Meski Kita Membuatnya Malu

Siang ini Jakarta sangat panas, mungkin sore nanti akan turun hujan. Perut yang keroncongan dan lidah yang ingin bergoyang membawSaya untuk makan soto ceker dan es jeruk di dekat halte busway Pasar Induk. Segerrr memang. Hanya dengan delapan ribu rupiah untuk soto dan tiga ribu untuk es jeruknya, panas Jakarta bisa dinetralisir. Di warung kecil yang berkapasitas sekitar 15 orang ini, hanya ada 4 kursi yang terisi.




Di tengah nikmatnya meng-krikiti ceker ayam, tiba-tiba terdengar suara perempuan yang berteriak di seberang jalan. Spontan beberapa orang yang ada di warung termasuk penjualnya menoleh, mencari sumber jeritan perempuan tersebut. Terlihat beberapa pengendara motor juga memperlambat lajunya untuk melihat, ya, sekedar melihat dan berlalu. Hanya ada seorang bapak yang mencoba memegangi si anak perempuan yang terus meronta-ronta dan ingin lepas dari pegangan sang ibu yang sudah agak tua.

Saya tinggalkan cekerku yang masih tersisa sedikit daging, dengan berbekal air mineral gelas bergegas menyeberang jalan menuju ke Ibu yang mencoba menenangkan si gadis kecil. Tak lupa kutitipkan motor ke warung soto, toh juga belum membayar. Saya coba menenangkan anak perempuan yang kuperkirakan masih kelas enam atau satu es-em-pe. Percakapan ibu dan si gadis kecil tidak banyak saya pahami karena selain sambil menangis, sepertinya mereka menggunakan bahasa Melayu yang kental.

"Adik mau minum? Nih ada minum," Saya mencoba membujuk.

Si gadis kecil itu hanya sedikit mengendorkan tangisannya dan memandangku sejenak.

Eh! Menangis lagi dach ... Ehmm, orang melayu memang cantik ya! Hush masih SD kali. Astaghfirullah ...

"Coba, minum dulu. Nanti enak deh!"

Si gadis kecil itu pelan-pelan minum air putih.

"Enak kan?" ujarku sambil tersenyum.

Bersama seorang ibu berjilbab, saya pelan-pelan memapahnya berdiri. Sementara si adik diajak pulang dengan ibu berjilbab tadi, saya mencoba menggali apa yang terjadi dengan sang ibu.

Mereka baru datang ke Jakarta sekitar dua puluh hari, asli Padang, Sumatera Barat. Ayahnya ada di kampung, sementara sang ibu dan anak berangkat ke Jakarta untuk bekerja pada kerabat, omnya si gadis kecil tadi. Dia mungkin tidak betah atau yang namanya merantau tentu perlu penyesuaian diri dengan lingkungan yang baru. Si gadis kecil minta pulang, minta dibelikan sepeda atau sering mengancam untuk pergi, "Biarin diculik," Ibu menirukan ucapan si gadis kecil.

Memandang wajah ibu yang lelah namun tetap sabar tadi, saya jadi teringat masa kecil. Kenakalanku, tangisku atau tingkahku yang kadang membuat Ibu jadi malu di depan banyak orang.


Bagikan artikel melalui :

, ,

KOMENTAR

0 comments:

Posting Komentar