Kertas Kritikan Siswa yang Menyakitkan

Di akhir semester atau akhir tahun pelajaran, beberapa rekkan guru di sekolah tempat saya mengajar biasa membagikan kertas saran dan kritik. Kertas tersebut dibagikan ke siswa kemudian siswa mengisi apa saja kritik, saran, masukan kepada guru yang bersangkutan. Sebuah tujuan yang baik, agar guru mendapatkan feed back siswa untuk dapat memperbaiki cara mengajar maupun model interaksi.

Namun seorang guru justru marah-marah kepada siswa. Ia menunjukkan kertas-kertas saran-kritik kepada saya. Ya! Isinya memang di luar dugaan. Banyak siswa yang mengkritik cara mengajar dan cara interaksi guru tersebut kepada siswa yang tidak disukai siswa. Tentu saja, para siswa menuliskan dengan bahasa siswa yang kadang-kadang merupakan ungkapan emosi siswa kepada guru. Namun tentunya rekan saya tersebut tidak dapat menerima apa yang dikatakan siswa, ia marah dan menyalahkan siswa yang menurutnya tidak tahu sopan santun, tidak tahu terima kasih kepada guru. Jika dipahami lebih dalam, siapa yang membuat kondisi buruk ini? Tentunya guru, meski tujuannya baik. Akibatnya? Justru semakin memperburuk pola interaksi dengan siswa.

Jika suatu saat anda ingin mendapatkan feed back dari siswa, anda harus mempersiapkan keterbukaan hati anda dalam menerima apa saja yang siswa katakan. Selain itu, anda juga memahami tingkat perkembangan emosi siswa. Anda boleh juga menggunakan teknik yang sudah saya lakukan beberapa kali ini. Jangan berikan siswa sebuah kertas kosong, karena berarti anda tidak memberikan batasan kepada siswa, apa saja yang akan ia tuliskan : saran, kritik, kemarahan atau perasaan-perasaan lain. Sebelum saya bagikan kepada siswa, saya sudah siapkan kolom yang harus diisi siswa dengan poin seperti di bawah ini :
----------------------------------------------
Menurut saya (siswa) :
1. Yang saya sukai dari Ust Fulan : ...
2. Yang saya tidak sukai dari Ust. Fulan : ...
3. Yang harus dipertahankan oleh Ust. Fulan : ...
4. Yang harus ditinggalkan oleh Ust. Fulan : ...
5. Peristiwa yang paling menyenangkan bersama Ust. Fulan : ...
6. Peristiwa yang paling menyebalkan bersama Ust. Fulan: ...
7. Saya ingin Ust. Fulan : ...
-----------------------------------------------
Karena saya tinggal di asrama, maka saya membuat dua kategori : ketika di kelas dan ketika berinteraksi sehari-hari. Dengan cara di atas, kita mengajarkan kepada siswa tentang batasan-batasan yang jelas tentang apa yang harus mereka katakan lewat tulisan. Kita juga melatih siswa untuk bersikap objektif : guru, sebagaimana manusia biasa tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan. Kata ”menurut saya”, menunjukkan bahwa yang mereka tuliskan bukan vonis mati.


Apakah anak perlu menuliskan identitas mereka? Jika anda memilih untuk mengajarkan tanggung jawab, maka anak harus menulis identitas. Namun kadang kala anak tidak bebas menuliskan apa yang ingin mereka ungkapkan. Hal ini terserah kepada anda untuk menentukan. Selamat mencoba.

Bagikan artikel melalui :

,

KOMENTAR

1 comments:

  1. Ternyata ada cara yang lebih baik untuk mendapat feed back dari siswa. Dulu saya juga mengalami, kemudian saya hentikan daripada sakit hati. Tapi tips di atas menjadi jalan keluar bagi saya.
    Maturnuwun. Salam kenal, Zaerina - Jogjakarta.

    BalasHapus