Berbicara dengan Anak yang sedang Marah

Pernahkah Anda, sebagai orang tua ataupun guru menghadapi anak yang terlupa melakukan kesalahan namun justru meluapkan emosi kepada Anda? Jika iya, saya pun juga pernah, bahkan hampir anak tersebut memukul saya (anda bisa bayangkan jika anak SMP memukul badan saya yang kecil ini ... )! Sebagai guru yang tinggal di asrama, saya harus memainkan beberapa peran sekaligus : orang tua (meskipun usia saya masih cukup muda untuk memiliki anak seusia SMP-SMA), guru, kakak maupun teman. Berikut tips jika anda mengalami situasi seperti yang pernah saya alami :


  1. Rendahkan posisi Anda sejajar dengan anak, sehingga anda dapat melakukan kontak mata dengan anak. Jika anak menolak untuk bertatap mata, palingkan dengan lembut dan pegang kedua tangannya 
  2. Sebelum Anda mulai berbicara, pastikan bahwa anak dalam kondisi siap menerima masukan dari Anda. Jika anak dalam kondisi marah, tenangkan terlebih dahulu. Lakukan usapan pengakuan : usapan punggung atau perut. Ketika anak benar-benar marah, bahkan histeris, biarlah ia mengungkapkan dengan kata-kata. Ya! Ajarkan untuk menyampaikan maksud dengan kata-kata, bukan dengan fisik atau bahasa tubuh lainnya. Mintalah anak untuk menarik nafas sebagai cara menenangkan diri (biasanya jika dalam kondisi seperti ini, anda juga ikut emosi, maka lakukan hal yang sama, tenangkan dan tarik nafas) 
  3. Berkatalah dengan suara alami, tegas tetapi lembut. Pada dasarnya suara kita akan naik turun secara alami ketika dalam kondisi yang menyenangkan. Contoh : jika anak merusak sesuatu, katakanlah (tentu dengan mengikuti langkah sebelumnya), “Silahkan hentikan dan jangan pernah mengulangi!” Suara lembut namun maknanya tegas : merusak barang adalah dilarang, sampai kapan pun.  
  4. Berikan kata-kata pancingan agar anak dapat menyampaikan keinginan. “Kamu kelihatannya sangat kesal. Coba katakan, apa yang membuatmu kesal?” 
  5. Ulangi apa yang dikatakan anak. Hal ini menunjukkan kepada anak bahwa anda benar-benar mendengarkan dan memperhatikan apa yang dikatakan anak. Kemudian ungkapkan bahwa anda mengerti. Jangan menyela apa yang dikatakan oleh anak, sampai ia menyelesaikan kata-katanya. 
  6. Berikan masukan kepada anak, termasuk juga bahwa anda tidak boleh mengabaikan konsekuensi yang harus diterima anak. 
  7. Jika anak menutup telinga, bukan berarti ia tidak mau mendengarkan Anda. tetapi itu adalah tanda bahwa ia ingin mengatakan, "Berhentilah mengaturku, coba mengertilah perasaanku!" Untuk usia yang lebih besar, anak tidak lagi menutup telinga, namun biasanya ia memalingkan wajah dari anda. Maka berilah ia kesempatan untuk bicara, mengungkapkan perasaanya.

Bagikan artikel melalui :

, ,

KOMENTAR

1 comments: